PENALARAN DEDUKTIF
A.
Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan
bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara
penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut
A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang
dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum
ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan,
tetapi kurang obyektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat
ini manusia mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal,
tetapi obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan
alam pikiran manusia merupakan suatu proses, maka manusia tidak puas
dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam tahap positif atau tahap
ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara
obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio.
Dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang
menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan
selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu,
mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari
penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya.
Misalnya, dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk mengurangi
banyaknya korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke
daerah lain. Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos
sebagai pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan
secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan
yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme.
Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif.
Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang
bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut
silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis
tersebut.
Dengan
demikian, jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan
pernyataan yang sudah pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk
membangun sistem pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut
anggapannya jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran
deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek
tertentu tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping
itu juga terdapat kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan
praktis.
B.
Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan
yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan,
maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang
mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut
empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar ialah
pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut
empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran
induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan,
atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam
besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan
bertambah panjang.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan
penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas
dari pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari
penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera.
Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu
pengetahuan.
C.
Penalaran Deduktif -
Penalaran Induktif.
Pada Bahasa Indonesia terdapat penalaran yang
terkandung dalam suatu paragraph. Penalaran tersebut membantu membedakan,
membagi dan mengelompokan identitas sifat paragraph tersebut. Penalaran yang
ada pada sebuah paragraph terbagi 2 yaitu penalaran deduktif dan penalaran
induktif. Dalam hal ini dikhususkan pembahasan mengenai penalaran deduktif.
Penalaran sendiri adalah suatu proses pemikiran
manusia untuk menghubung-hubungkan data, fakta ataupun asumsi yang didapat
kemudian dikumpulkan sehingga sampai pada suatu simpulan. Sedangkan penalaran
deduktif adalah Penalaran yang bertolak dari sebuah konklusi/kesimpulan yang
didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum ke pernyataan yang lebih
khusus. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan
dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai
premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut. Premis itu sendiri yaitu proposisi
tempat menarik kesimpulan.
Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung.
A. Penarikan
secara langsung ditarik dari satu premis.
B. Penarikan
tidak langsung ditarik dari dua premis.
Premis pertama adalah premis yang bersifat umum
sedangkan premis kedua adalah yang bersifat khusus. Jenis penalaran deduksi
yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:
a. Silogisme
Kategorial;
Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Premis umum :
Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan :
Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
b. Silogisme
Hipotesis;
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya
membenarkan anteseden (awal), simpulannya membenarkan konsekuen (akhir). Bila
minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
c. Silogisme Akternatif;
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya
membenarkan salah satu alternatifnya maka simpulannya akan menolak alternatif
yang lain.
d. Entimen.
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis
minor dan simpulan.
Contoh umum :
Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya (Premis mayor)
Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor)
Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya
(Kesimpulan)
Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan
tergantung dari tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor,
dan keabsahan penarikan kesimpulan. Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya
tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
2. http://www.enjang-ruhiat.web.ugm.ac.id/?p=8.
3. http://dwimisaky.blogspot.com/feeds/posts/default?orderby=updated.
4. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/penalaran-deduktif-79/
5. http://www.bayusharky.blogspot.com/2012/05/penalaran-deduktif.html
