Selasa, 01 Mei 2012

PENALARAN DEDUKTIF


PENALARAN DEDUKTIF
A.     Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam pikiran manusia merupakan suatu proses,  maka manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya. Misalnya, dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk mengurangi banyaknya korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke daerah lain. Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos sebagai pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut  premis mayor dan premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.  
B.     Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang  benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan, atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.
C.     Penalaran Deduktif - Penalaran Induktif.
Pada Bahasa Indonesia terdapat penalaran yang terkandung dalam suatu paragraph. Penalaran tersebut membantu membedakan, membagi dan mengelompokan identitas sifat paragraph tersebut. Penalaran yang ada pada sebuah paragraph terbagi 2 yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Dalam hal ini dikhususkan pembahasan mengenai penalaran deduktif.

Penalaran sendiri adalah suatu proses pemikiran manusia untuk menghubung-hubungkan data, fakta ataupun asumsi yang didapat kemudian dikumpulkan sehingga sampai pada suatu simpulan. Sedangkan penalaran deduktif adalah Penalaran yang bertolak dari sebuah konklusi/kesimpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum ke pernyataan yang lebih khusus. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Premis itu sendiri  yaitu proposisi tempat menarik kesimpulan.

Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

A.     Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.

B.     Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis.

Premis pertama adalah premis yang bersifat umum sedangkan premis kedua adalah yang bersifat khusus. Jenis penalaran deduksi yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:

a.     Silogisme Kategorial;

Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.

Premis umum         :         Premis Mayor (My)

Premis khusus        :         Premis Minor (Mn)

Premis simpulan    :         Premis Kesimpulan (K)

Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.

b.     Silogisme Hipotesis;

Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.

Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden (awal), simpulannya membenarkan konsekuen (akhir). Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.

c.      Silogisme Akternatif;

Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.

Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya maka simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

d.     Entimen.

Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.

Contoh umum :

Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (Premis mayor)

Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor)

Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan)

Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.










 DAFTAR PUSTAKA
1.    http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
2.    http://www.enjang-ruhiat.web.ugm.ac.id/?p=8.
3.    http://dwimisaky.blogspot.com/feeds/posts/default?orderby=updated.
4.    http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/penalaran-deduktif-79/
5.    http://www.bayusharky.blogspot.com/2012/05/penalaran-deduktif.html